Friday, October 14, 2016

Meuruhom Daya Lamno

Sejarah Aceh


Sulthan Alaiddin Ri’ayasyah menyatukan kerajaan-kerajaan kecil itu dan menanamkan solidaritas beragama yang saat itu masih beragam, demikian kisah menurut sebuah sumber. Sulthan Ri’ayatsyah mangkat tahun 1508, lalu ia digantikan dengan putranya, Raja Uzir.
Tiga tahun kemudian, Portugis datang dan menguasai Selat Malaka. Raja Aceh Darussalam meminta Uzir ikut berperang melawan Portugis di Selat Malaka. Tampuk kekuasaan Negeri Daya pun dialihkan ke Putri Nurul Huda, adik Uzir. Nurul Huda memerintah selama 23 tahun sebelum akhirnya meninggal tahun 1534.

Sepeninggal Nurul Huda, Kerajaan Daya mengalami kemunduran. Kerajaan pecah. Dua abad kemudian, datanglah Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir (1711-1735), Raja Kerajaan Aceh Darussalam. Sulthan Jamalul menyatukan kembali Negeri Daya.
Semua raja, pemimpin adat, dan unsur-unsur elit di Daya dikumpulkan. Hakim kerajaan, yaitu Hakim Setialila ditunjuk sebagai koordinator pemerintahan di Negeri Daya untuk mendamaikan sengketa. Sejak saat itulah, ritual seumuleng tiap Lebaran Haji digelar untuk mengenang jasa Raja.
Pusat Kerajaan Daya berada di Lamkuta atau Kuta Dalam, sebuah tempat yang kini berada di Kawasan Desa Gle Jong, Kuala Daya, Aceh Jaya. Namun, seperti halnya kraton kerajaan-kerajaan Aceh lainnya, tak ada lagi bekas istana kerajaan yang masih masih tersisa saat ini.
Kemungkinan dulu dihancurkan Belanda karena sejak kedatangan Belanda, sistem kerajaan diintervensi dan dimasukkan para uleebalang (saudagar) kepercayaan mereka, sejak itu kerajaan pun menjadi surut dan musnah


--------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Blog And Life