Islam sebagai
Ideologi Negara.
Deliar Noer adalah
sosok yang tegas dan berani serta konsisten memperjuangkan penegakan syariat
Islam di tanah air, sehingga pernah dituduh subversif dan manipol[1]. Ia
dilarang mengajar di seluruh Indonesia baik negeri ataupun swasta. Ia jujur
mengemukakan pandangannya secara ilmiah tanpa memperdulikan arah kebijakan
politik pemerintah yang berkuasa.
Deliar Noer
sependapat bahwa Islam merupakan suatu agama yang serba lengkap yang tidak
memisahkan kehidupan rohani dan jasmani, lahir dan batin, dunida dan akhirat.
Islam hadir sebagai agama yang menjunjung tegaknya nilai-nilai kehidupan dalam
diri pribadi dan masyarakat serta negara. Deliar Noer menganjurkan pula
tegaknya cara-cara terntentu, termasuk sistem secara umum dengan mencontoh
kepada hal-hal yang pernah dipraktekkan Nabi.
Akan tetapi bentuk
negara dan sitem pemerintahan menurut Deliar Noer bukan merupakan lembaga yang
bersifat langgeng dipandang dari sudut waktu dan tempat. Maka, konsep negara
islam bisa mengacu kepada suatu sistem terntentu sepanjang tidak bertentangan
dengan syariat Islam dan juga relevan dengan kondisi dan situasi suatu negara.[2]
Menurut Deliar Noer,
Islam setidaknya meliputi dua aspek pokok yaitu agama dan masyarakat (politik).[3]
Akan tetapi untuk mengartikulasikan dua aspek tersebut dalam kehidupan nyata
merupakan suatu problem tersendiri. Umat Islam pada umumnya mempercayai watak
holistik Islam. Berarti al-Islam huwa al-din wa al-daulah (Islam adalah
agama dan negara). Disini tidak dapat dipisahkan antara agama dan negara,
karena Islam meliputi kedua aspek tadi. Wilayah agama meliputi politik dan
negara, karena memang kedaulatan itu sendiri berasal dari Tuhan. Islam
merupakan sebuah Syariat yang punya hukun dan aturan Kaffah kamilah bagi
tatanan masyarakat dan politiknya. Jadi negara itu berfungsi menjalankan
Syariat Islam terhadap masyarakat. Jadi yang bertanggung jawab jalannya Syariat
dalam Masyarakat adalah Negara. Dengan demikian segala aturan negara harus
berasaskan dan sejalan dengan hukum-hukum agama Islam.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ [المائدة : 44]
Artinya: “Barang siapa yang tidak berhukumkan pada Allah, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir”
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ [يوسف : 40]
Artinya: “Hukum
(keputusan) itu hanyalah milik Allah. Ia memerintahkan agar kamu hanya
menyembah kepada-Nya. Itulah agama yang benar”
Konsep pemahaman
politik Islam ini dirasa merupakan faktor fundamental, sebab diluar
problem-problem perilaku politik umat sialm saat ini terdapat cara model
tertentu dalam menafsirkan dan
menghayati politk Islam secara normatif berdasar Teks Al-Quran dan Sunnah.
Deliar Noer
berpendapat bahwa pengabdian kepada bangsa dan negara hendaknya berwujud
ibadah, karena pencerminan cinta tanah air dalam Islam merupakan kewajiban
bersama (fardhu kifayah) yang telah dekat kepada kewajiban perorangan (fardhu
‘ain).
Almarhum Dr. Alfian pun pernah tanpa malu-malu menunjukkan
kekagumannya pada Deliar: “Adalah sulit mencari ilmuwan politik seperti
Deliar Noer yang bukan saja memiliki integritas yang tinggi sebagai
seorang intelektual dan pakar, tetapi juga tidak pernah berhenti meneliti
dan menulis karya ilmiahnya dalam situasi dan kondisi apa pun yang
dihadapinya. Di samping
itu dia masih sempat menulis untuk surat kabar dan majalah,” tulis
Alfian (1991).[4]
Ia pernah
mengeluarkan Statement disebuah media massa: “Syariat Islam perlu ditegakkan di
negeri ini secara resmi, melalui peraturan perundang-undangan. Penegakan
syari’at tersebut tidak bisa mengabaikan simbolisme. Substansi memang penting,
namun simbol juga perlu. Simbol bisa menggembirakan, menumbuhkan kebangaan dan
memudahkan pemahaman pada masyarakat awam” (Republika, 4 September 2000).
Sistem itu menurut Deliar Noer (1983)
meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan
agama, pemilikan, status dan sistem ideologi.
Menurut Deliar Noer terdapat hubungan
masyarakat dengan politik pada aspek
kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah
masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya
” masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau ” wibawa
seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh orang-orang yang
dikuasainya.[5]
Deliar Noer dalam buku Pengantar ke
Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan
dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas
pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam
sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara
ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini
memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”[6]
Menurut Dr. Deliar Noer, mantan ketua
umum PB-HMI yang juga pakar politik, ia mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara
kreatif. Seorang
muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-masalah internal
umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad pertengahan secara
taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-praktik sufi. Dalam
pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan diri dari persoalan
tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan menemui banyak hambatan
dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar yang penting, menurut Deliar
adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan berfungsi hingga sampai pada
suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan zaman, jika umat islam
benar-benar yakin bahwa islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.[7]
Kekuasaan pada
prinsipnya berpangkal dari pembatasan lingkungan kekuasaan sekuler ( duniawiah)
di satu pihak, dan kekuasaan spiritual (ruhaniah) di pihak lain. Pada praktinya terjadilah perdebatan yang
cukup sengit dari dulu sampai sekarang antara kedua sisi ini, dengan berbagai
argumentasi. Dari sisi kebijakan politik pemerintahan dan segi agama yang
dianut masing-masing, perwujudan dalam tatanan pemerintahan, maupun perwujudan
birokrasi. Ternyata realita memperlihatkan bahwa praktik pemerintahan negara kata
Deliar Noer[8]
tidaklah semudah perumusan teori. Sulit dibedakan pertentangan kekuasaan
politik disuatu negara dan keyakinan beragama yang mengikat pada diri seseorang
tertentu. Antara raja dan penguasa ruhaniah agama tertentu. Nilai-nilai yang
dianggap benar beranjak dari ajaran Tuhan (agama) demikian juga ada ketentuan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dari pemerintahan. Perkembangan
ini yang menguasai secara dialektis hukum yang berlaku dan tatanan kehidupan
pada masa itu, sehingga banyak muncul pandangan dan pemikiran para ahli yang
mengikuti hukum Tuhan dan penguasa setempat, atau kedua-duanya.[9]
Menurut penulis
bahwa Indonesia tidak menggunakan Islam sebagai Teologi negara karena adanya
ketakutan-ketakutan baik datang dari muslim indonesia ataupun pihak luar
negeri.
Negara menurut Deliar Noer adalah semacam bentuk ikatan antar manusia,
semacam bentuk kumpulan yang pada akhirnya dapat mempergunakan paksaan terhadap
anggota-anggotanya. Bentuk ikatan ini terdiri dari dua yakni Pertama, yang
meliputi keseluruhan segi hidup manusia. Kedua, yang meliputi hanya sebagian
dari segi-segi hidup manusia itu. Secara sepintas lalu negara, pemerintah dan
penguasa itu dapat disamakan, namun dalam kehidupan nyata pemerintahlah yang
mewakili negara. Walaupun demikian, pemerintah bukan milik negara. Yang
memiliki negara adalah rakyat. Pemerintahpun sebenarnya kepuunyaan rakyat,
karena pemerintah dibentuk oleh dan dari rakyat. Hal ini menyampaikan bahwa
negara mempunyai kedaulatan walaupun kedaulatannya bersifat relative.[10]
[2]
Marto, Skripsi: Pemikiran
Deliar Noer tentang Islam dan Gerakan Politik di Indonesia, (Yogyakarta:
Fakultas Syariah, UIN Sunan Kalijaga, 2008), h. 103.
[3] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet.
ke-8, (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 1.
[4]
http://ajidedim.wordpress.com/2008/06/18/bapak-politik-indonesia-deliar-noer-berpulang/
[5]
http://bayu96ekonomos.wordpress.com/artikel-artikel/politik-dan-kekuasaan/
[6]
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/21/pengertian-politik/
No comments:
Post a Comment