Wednesday, August 13, 2014

Deliar Noer & Islam sebagai Ideologi Negara.

Islam sebagai Ideologi Negara.
Deliar Noer adalah sosok yang tegas dan berani serta konsisten memperjuangkan penegakan syariat Islam di tanah air, sehingga pernah dituduh subversif dan manipol[1]. Ia dilarang mengajar di seluruh Indonesia baik negeri ataupun swasta. Ia jujur mengemukakan pandangannya secara ilmiah tanpa memperdulikan arah kebijakan politik pemerintah yang berkuasa.

Deliar Noer sependapat bahwa Islam merupakan suatu agama yang serba lengkap yang tidak memisahkan kehidupan rohani dan jasmani, lahir dan batin, dunida dan akhirat. Islam hadir sebagai agama yang menjunjung tegaknya nilai-nilai kehidupan dalam diri pribadi dan masyarakat serta negara. Deliar Noer menganjurkan pula tegaknya cara-cara terntentu, termasuk sistem secara umum dengan mencontoh kepada hal-hal yang pernah dipraktekkan Nabi.
Akan tetapi bentuk negara dan sitem pemerintahan menurut Deliar Noer bukan merupakan lembaga yang bersifat langgeng dipandang dari sudut waktu dan tempat. Maka, konsep negara islam bisa mengacu kepada suatu sistem terntentu sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan juga relevan dengan kondisi dan situasi suatu negara.[2]
Menurut Deliar Noer, Islam setidaknya meliputi dua aspek pokok yaitu agama dan masyarakat (politik).[3] Akan tetapi untuk mengartikulasikan dua aspek tersebut dalam kehidupan nyata merupakan suatu problem tersendiri. Umat Islam pada umumnya mempercayai watak holistik Islam. Berarti al-Islam huwa al-din wa al-daulah (Islam adalah agama dan negara). Disini tidak dapat dipisahkan antara agama dan negara, karena Islam meliputi kedua aspek tadi. Wilayah agama meliputi politik dan negara, karena memang kedaulatan itu sendiri berasal dari Tuhan. Islam merupakan sebuah Syariat yang punya hukun dan aturan Kaffah kamilah bagi tatanan masyarakat dan politiknya. Jadi negara itu berfungsi menjalankan Syariat Islam terhadap masyarakat. Jadi yang bertanggung jawab jalannya Syariat dalam Masyarakat adalah Negara. Dengan demikian segala aturan negara harus berasaskan dan sejalan dengan hukum-hukum agama Islam.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ  [المائدة : 44]
Artinya: “Barang siapa yang tidak berhukumkan pada Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ [يوسف : 40]
Artinya: “Hukum (keputusan) itu hanyalah milik Allah. Ia memerintahkan agar kamu hanya menyembah kepada-Nya. Itulah agama yang benar
Konsep pemahaman politik Islam ini dirasa merupakan faktor fundamental, sebab diluar problem-problem perilaku politik umat sialm saat ini terdapat cara model tertentu  dalam menafsirkan dan menghayati politk Islam secara normatif berdasar Teks Al-Quran dan Sunnah.
Deliar Noer berpendapat bahwa pengabdian kepada bangsa dan negara hendaknya berwujud ibadah, karena pencerminan cinta tanah air dalam Islam merupakan kewajiban bersama (fardhu kifayah) yang telah dekat kepada kewajiban perorangan (fardhu ‘ain).
Almarhum Dr. Alfian pun pernah tanpa malu-malu menunjukkan kekagumannya pada Deliar: “Adalah sulit mencari ilmuwan politik seperti Deliar Noer yang bukan saja memiliki integritas yang tinggi sebagai seorang intelektual dan pakar, tetapi juga tidak pernah berhenti meneliti dan menulis karya ilmiahnya dalam situasi dan kondisi apa pun yang dihadapinya. Di samping itu dia masih sempat menulis untuk surat kabar dan majalah,”  tulis Alfian (1991).[4]
Ia pernah mengeluarkan Statement disebuah media massa: “Syariat Islam perlu ditegakkan di negeri ini secara resmi, melalui peraturan perundang-undangan. Penegakan syari’at tersebut tidak bisa mengabaikan simbolisme. Substansi memang penting, namun simbol juga perlu. Simbol bisa menggembirakan, menumbuhkan kebangaan dan memudahkan pemahaman pada masyarakat awam” (Republika, 4 September 2000).
Sistem itu menurut Deliar Noer (1983) meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi.
Menurut Deliar Noer terdapat hubungan masyarakat dengan  politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya ” masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau ” wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh orang-orang yang dikuasainya.[5]
Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”[6]
Menurut Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar politik, ia mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara kreatif. Seorang muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-masalah internal umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad pertengahan secara taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-praktik sufi. Dalam pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan diri dari persoalan tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan menemui banyak hambatan dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar yang penting, menurut Deliar adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan berfungsi hingga sampai pada suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan zaman, jika umat islam benar-benar yakin bahwa islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.[7]
Kekuasaan pada prinsipnya berpangkal dari pembatasan lingkungan kekuasaan sekuler ( duniawiah) di satu pihak, dan kekuasaan spiritual (ruhaniah) di pihak lain.  Pada praktinya terjadilah perdebatan yang cukup sengit dari dulu sampai sekarang antara kedua sisi ini, dengan berbagai argumentasi. Dari sisi kebijakan politik pemerintahan dan segi agama yang dianut masing-masing, perwujudan dalam tatanan pemerintahan, maupun perwujudan birokrasi. Ternyata realita memperlihatkan bahwa praktik pemerintahan negara kata Deliar Noer[8] tidaklah semudah perumusan teori. Sulit dibedakan pertentangan kekuasaan politik disuatu negara dan keyakinan beragama yang mengikat pada diri seseorang tertentu. Antara raja dan penguasa ruhaniah agama tertentu. Nilai-nilai yang dianggap benar beranjak dari ajaran Tuhan (agama) demikian juga ada ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dari pemerintahan. Perkembangan ini yang menguasai secara dialektis hukum yang berlaku dan tatanan kehidupan pada masa itu, sehingga banyak muncul pandangan dan pemikiran para ahli yang mengikuti hukum Tuhan dan penguasa setempat, atau kedua-duanya.[9]
Menurut penulis bahwa Indonesia tidak menggunakan Islam sebagai Teologi negara karena adanya ketakutan-ketakutan baik datang dari muslim indonesia ataupun pihak luar negeri.
Negara menurut Deliar Noer adalah semacam bentuk ikatan antar manusia, semacam bentuk kumpulan yang pada akhirnya dapat mempergunakan paksaan terhadap anggota-anggotanya. Bentuk ikatan ini terdiri dari dua yakni Pertama, yang meliputi keseluruhan segi hidup manusia. Kedua, yang meliputi hanya sebagian dari segi-segi hidup manusia itu. Secara sepintas lalu negara, pemerintah dan penguasa itu dapat disamakan, namun dalam kehidupan nyata pemerintahlah yang mewakili negara. Walaupun demikian, pemerintah bukan milik negara. Yang memiliki negara adalah rakyat. Pemerintahpun sebenarnya kepuunyaan rakyat, karena pemerintah dibentuk oleh dan dari rakyat. Hal ini menyampaikan bahwa negara mempunyai kedaulatan walaupun kedaulatannya bersifat relative.[10]



[1] Ajib Rosidi, Mengenang Hidup Orang lain: Sejumlah Obituari,... h. 184.
[2] Marto, Skripsi: Pemikiran Deliar Noer tentang Islam dan Gerakan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Syariah, UIN Sunan Kalijaga, 2008), h. 103.
[3] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet. ke-8, (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 1.
[4] http://ajidedim.wordpress.com/2008/06/18/bapak-politik-indonesia-deliar-noer-berpulang/
[5] http://bayu96ekonomos.wordpress.com/artikel-artikel/politik-dan-kekuasaan/
[6] http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/21/pengertian-politik/
[7] M. Syafe’i Anwar, pemikiran dan aksi islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), hal: 41
[8] Noer Deliar, (1964) Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Jakarta, Penerbit CV Rajawali,1982),

No comments:

Blog And Life