1. Hadits Hasan dan penetapannya.
Hadis hasan sebagaimana kedudukannya hadis
shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah dapat dijadikan
sebagai hujjah dalam penetapan hukum maupun dalam beramal.
Para ulama hadis dan
ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang kehujjahan
hadis hasan ini.
Pembahagian Hadits
Hasan:
1. Hasan Li Dzatihi (حسن لذاته)
Terjadi perselisihan
ulama dalam mendefinisikan Hadits Hasan, dikarenakan berada antara Hadits Sahih
dan Hadits Dha’if.
Definisi AlKhathabi:
تعريف الخطابي:
هو ما عٌرِفَ مَخْرَجٌهٌ، واشتهر رجاله
Hadits Hasan yaitu hadits yang diketahui tempat keluarnya dan para perawinya
sangat terkenal.
Definisni Turmidzi:
تعريف الترمذي :
كل حديث يٌرْوَى ، لا يكون في إسناده من يٌتَّهَمٌ بالكذب ، ولا يكون
الحديث شاذا ويروى من غير وجه
Hadits Hasan adalah setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya
tidak terdapat orang yang dituduh berdusta, tidak terdapat kejanggalan(Syadz)
pada matannya dan hadits tersebut diriwayatkan tidak dari satu jalur saja.
Kedudukannya: Hadits Hasan li Dzatihi sama seperti Hadits Sahih dalam penetapannya,
yaitu dijadikan hujjah walaupun posisinya dibawah Hadits Sahih dari segi
kekuatannya.
Definisi Ibnu Hajar:
تعريف ابن حَجَر :
وخبر الآحاد بنقل عدل تام الضبط متصل السند غير معلل ولا شاذ هو الصحيح
لذاته ، فان خَف الضبط ، فالحَسَنٌ لذاته
نزهة النظر في
توضيح نخبة الفكر في مصطلح أهل الأثر
Hadits Hasan yaitu hadits yang di riwayatkan oleh orang yang adil,
ketelitian kurang sempurna, sanadnya bersambung, tidak cacat (‘illah) dan tidak
bertentangan (syadz).
Berdasarkan definisi Ibnu Hajar dapat dipahami bahwa Hadits Hasan
adalah:
ما اتصل سنده بنقل
العدل الذي خَفَّ ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة[1]
Jadi dapat disimpulkan kriteria Hadits Hasan
sebagai berikut:
1.
Sanadnya harus bersambung.
2.
Perawinya adil.
3.
Perawinya harus Dhabith, walaupun kualitasnya lebih rendah dari yang
dimiliki oleh perawi Hadits Sahih.
4.
Hadits yang diriwayatkan tidak Syadz.
5.
Terhindar dari ‘Illah qadihah (jelek).
Contohnya:
تحفة الأحوذي - (ج 4 / ص 335)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ
بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِيُّ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ أَبِي
بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَال سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ
الْعَدُوِّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ....
Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits itu adalah hadits hasan lagi
asing. Hadits tersebut dikatakan sebagai hadits hasan karena para rawi hadits
tersebut adalah tsiqat, kecuali Ja'far bin Sulaiman al-Duba'i. Para Ahli
al-Jarhi wa Ta'dil berselisih tentang ketsiqahan dan kedloifan Ja'far bin
Sulaiman al-Duba'i.[2]
Oleh karena itu hadits tersebut turun derajatnya dari shohih menjadi hasan.
Hadits Hasan
adalah Hadits yang tidak berkumpul padanya sifat – sifat qubul. Segala 5
syaratnya telah disebutkan diatas pada syarat Hadits Sahih.
2. Hasan Li Ghairihi (حسن لغيره )
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis
dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab
kedha’ifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta.
Dengan demikian
hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if, yang naik menjadi
hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan berkualitas hasan karena
riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih berstatus dha’if.
Kedudukannya: Hadits Hasan Li Ghairihi berada dibawah
Hasan Li Dzatihi dan Hadits ini Maqbul yang bisa diambil Hujjah.
مرتبته:
الحسن لغيره أدني مرتبة من الحسن لذاته .
وينبني على ذلك أنه لو تعارض الحسن لذاته مع الحسن لغيره قٌدَّمَ الحسنٌ
لذاته .
حكمه:
هو من المقبول الذي يٌحْتَجٌّ به .
مثاله:
" ما رواه الترمذي وحَسَّنَه من طريق شعبة عن عاصم بن عبيد
الله عن عبدالله بن عامر بن ربيعة عن أبيه أن امرأة من بني فَزَارَةَ تزوجت على
نَعْلَيْنِ فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم : " أرضيتِ من نَفْسِكِ
ومالِكِ بنعلينِ ؟ قالت : نعم ، فأجاز "
قال الترمذي : "
وفي الباب عن عمر وأبي هريرة وعائشة وأبي حَدْرَدٍ "
فعاصم ضعيف لسوء حفظه
، وقد حسن له الترمذي هذا الحديث لمجيئه من غير وجه "[4]
No comments:
Post a Comment